Sabtu, 25 Maret 2017

HOME SCHOOLING, JANGAN TAKUT, INI PENGALAMAN ANAKKU

Namanya Afi, anak pertamaku. Sekarang kelas 10 MA ALIMDAD BANTUL. Waktu SMP dia ikut pendidikan Kesetaraan SMP di Komunitas Belajar Qoryah Thoyibah (KBQT) Kalibening, Salatiga asuhan Pak Bahrudin. Sejak SD, prestasi akademis Afi rata-rata saja dengan Nilai UN 22. Namun yang menonjol pada dirinya adalah daya kreatifnya yang lebih dominan. Dalam pelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan (SBK) selalu muncul ide-ide segar yang sering menjadi rujukan teman-temannya untuk menciptakan suatu karya. Pernah membuat piala yang disusun dari botol-botol plastik, ada pula pesawat terbang dengan bahan botol kecap dari plastik, robot-robotan dari bekas kaleng cat, lampu kapal dari bolam, dll. Itu semua murni idenya, artinya saya sebagai orang tua tak pernah sedikit pun memberi arahan dan masukan pada idenya. Bahkan pada akhir tahun pelajaran anakku sempat dinominasikan sebagai pelajar paling kreatif di sekolahnya. Mata Pelajaran yang dia sukai adalah IPS dan Bahasa Indonesia. Sedang yang paling dia rasakan sulit adalah Matematika. Setelah lulus SD, ia masuk KBQT setelah melewati pergulatan pemikiran bapaknya. Meskipun secara teori tahu penulis tahu bahwa sekolah model home schooling ala QT baik, namun untuk memasukkan anak ke sana aku kurang berani. Suatu hal yang dilematis antara keinginan untuk mendapatkan pendidikan terbaik bagi anak dengan masa depan yang bakal di hadapinya. Bagaimana tidak? Anak itu sudah suka dengan model pembelajaran yang bebas dan santai sementara dengan menyekolahkan di QT, berarti anakku hanya akan mendapat ijazah persamaan Paket B (setara SMP) pada akhirnya nanti. Sesuatu yang belum pernah ada dalam tradisi keluargaku. “Mau jadi apa anak ini nanti?” begitulah kira-kira pertanyaan yang banyak bermunculan dalam hati. Mungkin juga rasa khawatir ini muncul dari latar belakang pendidikanku yang - katakanlah selalu sukses, bahkan mendapat kesempatan beasiswa S-2. Namun setelah tiga tahun berlalu, ia lulus dari KBQT, semuanya menjadi baik-baik saja. Bahkan, sangan memuaskan. Bagaimana tidak? aku menjumpai hal-hal besar yang secara kejiwaan sangat berbeda dari saat ia masih bersama kami di rumah. Dari cara bicaranya aku jadi tahu bahwa anakku terlihat lebih dewasa dari teman-teman susianya. Cara bicaranya teratur dengan logika yang matang, artinya semuanya ada alasannya. Dia terlihat percaya diri, namun tidak sombong. Secara emosi, dia bisa ngemong (take care) dengan adiknya di rumah. Bahkan, saat tidak punya uang pun dia tidak merajuk seperti kebanyakan anak, namun dengan caranya sendiri dia minta dengan sopan pada ibunya. Dari segi kemandirian jelas paling terlihat, dia jadi terbiasa mencuci piring, gelas, dan pakaiannya sendiri. Bahkan pas pulang ke rumah, dia suka membuatkan nasi goreng untuk adik-adiknya. Solat jamaah biasa ia lakukan, kecuali subuh yang sering tertinggal. Untuk bacaan Qur’annya sudah lebih baik dibanding waktu masih di rumah. Urusan mengajinya masih biasa, karena memang masih kelas awal. Dan yang membuatku tak habis pikir adalah saat membuka - buka file laptopnya, kutemukan lebih dari dua puluh cerpen karyanya. “Lho, kapan anak ini mulai suka nulis cerpen?” pikirku. Di rumah, dia senangnya membaca komik Naruto. Kalau ingin tahu kisahnya silakan baca Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/muslihmuntilan/anakku-belajar-ala-homeschooling_54f418357455139d2b6c8522 Dan rasa percaya dirinya muncul dengan positif. Ditambah lagi Bahasa Inggrisnya aktif karena saat homeschooling selalu menggunakannya. Jadi jagan takut ya dengan Home Schooling, asal caranya tepat. Belum tahu caranya? Ini ada buku bagus bisa jadi referensi. Detail Buku: Judul Buku: Anakku Tidak (Mau) Sekolah? Jangan Takut-Cobalah Home Schooling! No. ISBN: 978 Penulis: Maria Magdakena Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tanggal terbit: Maret - 2010 Jumlah Halaman: 236 Berat Buku: - Jenis Cover: Soft Cover Dimensi:(L x P)130x180mm Harga Buku: Rp 45.000,- Anda Bayar: Rp 30.000,- Hemat: Rp 15.000 Hubungi: SMS/WA 08180430020/081915467585

Tidak ada komentar:

Posting Komentar